Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. . Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama ( relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Etika berkomunikasi dalam forum ilmiah:
1. Jujur, tidak berbohong
2. Bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan
3. Lapang dada dalam berkomunikasi
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkah laku yang baik
Estetika
Estetika berasal dari kata Aesthesis yang artinya perasaan atau sensitifitas.Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika ( abstrak ).Dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.
Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu.
Etika dalam berforum ilmiah
Dalam suatu forum Ilmiah, sangat dibutuhkan sebuah komunikasi untuk menunjang kelangsungan di dalam forum ilmiah tersebut. Hal yang perlu diperhatikan oleh penyaji dalam etika adalah kejujuran. Dalam dunia ilmiah, kejujuran merupakan butir etis terpenting. Setiap orang wajib bersikap sangat terbuka dalam segala hal menyangkut informasi yang disajikan.
Adapun etika yang harus dijaga oleh peserta antara lain adalah sebagai berikut:
1. setiap peserta harus jujur pada diri sendiri.
2.setiap peserta wajib menghargai pendapat atau gagasan orang lain.
ETIKA DAN ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Mahasiswa diharapkan mampu (1) memahami karakteristik forum ilmiah, (2) memahami etika peran dalam forum ilmiah, dan (3) menggunakan bahasa Indonesia secara etis dan estetis sesuai dengan perannya dalam forum ilmiah.
Kegiatan penalaran dan keilmuan merupakan hal yang lumrah dilakukan pada lembaga pendidikan. Tidak terkecuali pada lembaga perguruan tinggi. Kegiatan yang bertujuan untuk merangsang dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara ilmiah ini menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat akademik. Kegiatan penalaran dan keilmuan ini kemudian ditumbuhsuburkan melalui berbagai wadah aktivitas di antaranya adalah seminar, diskusi panel, diskusi kelas, semlok, debat, lokakarya, simposium, dan lain-lain.
Berbagai bentuk aktivitas ilmiah di atas terkemas dalam sebuah forum yang disebut forum ilmiah. Dalam forum ini, arus pertukaran informasi ilmiah dipastikan terjadi. Karena itulah ciri informatif menjadi karakterisistik forum ini. Selain informatif, forum ilmiah juga berciri interaktif. Ciri interaktif dapat dipahami mengingat situasi komunikatif/interaktif senantiasa melingkupi forum ilmiah.
ETIKA PERAN DALAM FORUM ILMIAH
Forum ilmiah merupakan wadah berbagi wawasan akademik dan media persebaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dalam forum ini terdapat beberapa peran yang saling berkontribusi antara satu dengan yang lain. Peran-peran tersebut antara lain penyaji (pemakalah, referator), pemandu/moderator (pemimpin forum), penulis/notulen, peserta (audien, partisipan), dan teknisi. Satu peran saja tidak dihadirkan maka akan mempengaruhi jalannya forum secara umum. Pada tingkatan tertentu, kegagalan forum dalam mencapai tujuan yang diharapkan tidak mustahil terjadi.
Kegagalan forum ilmiah dalam mencapai tujuan tidak hanya dipengaruhi oleh kealpaan atau tidak berfungsi optimalnya peran tetapi juga oleh masalah etika. Tidak sedikit forum ilmiah yang dilaksanakan dengan peran lengkap yang berakhir dengan kegagalan. Tidak sedikit pula forum ilmiah terselenggara dengan penuh motivasi dan antusias karena peran-peran yang terlibat di dalamnya berfungsi maksimal. Akan tetapi, perasaan dikalahkan, dilecehkan, dan dipermalukan menjadi buntut permasalahan yang berkepanjangan, bahkan setelah forum berakhir. Masalah etika dalam forum ilmiah benar-benar memegang peran penting dalam mencapai tujuan forum. Karena itu, masalah ini perlu dijaga. Jika etika forum ilmiah senantiasa dijaga, bukan tidak mungkin suatu saat nanti perhatian dan penghargaan terhadap etika berforum ilmiah akan menjadi sebuah tradisi yang melembaga dan membudaya.
Etika forum ilmiah pada dasarnya berkaitan dengan etika peran dalam forum ilmiah. Bagaimana seharusnya perilaku benar dan berterima secara moral yang harus diterapkan oleh peran-peran dalam forum ini? Sesuai perannya, moderator diharapkan bersikap moderat selama forum berlangsung. Objektivitas dan ketidakberpihakan harus benar-benar dipegang teguh oleh moderator. Dalih apapun yang melanggar prinsip moderat adalah sikap yang tidak berterima secara moral dan sudah barang tentu melanggar etika forum ilmiah. Motif pertemanan, hubungan kekerabatan, kepentingan politis, atau kepentingan ideologis apapun hendaknya dijauhkan. Perilaku prinsip lainnya yang harus diperhatikan oleh moderator adalah keadilan, kedisiplinan, dan keberanian. Keadilan berkaitan dengan pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi seluruh forum. Kedisiplinan bersinggungan dengan manajemen waktu dan manajemen interaksi. Keberanian berhubungan dengan ketegasan terhadap segala hal yang kontraproduktif terhadap prinsip keadilan dan kedisiplinan.
Fokus forum seharusnya lebih mengarah pada permasalahan yang disajikan. Individu atau kelompok yang bertanggung jawab dalam penyajian masalah/topik forum adalah penyaji. Umumnya penyajian masalah diskusi dibakubukukan dalam paper, resume atau makalah. Karena itulah penyaji disebut pula dengan referator atau pemakalah. Makalah yang disajikan dalam forum ilmiah (misalnya diskusi, seminar, lokakarya) seharusnya terdistribusi sebelum forum digelar. Hal ini dilakukan agar forum tidak lagi disibukkan dengan aktivitas membaca untuk memahami permasalahan dalam makalah. Dalam kenyataannya, peserta yang hadir dalam forum lebih memosisikan diri sebagai sekadar penerima informasi dan penanya atau pengonfirmasi terhadap informasi yang belum mereka pahami. Tidak banyak peserta yang hadir dengan pemahaman terhadap permasalahan supaya forum ilmiah yang diikutinya lebih diintensifkan sebagai wacana berbagi sudut pandang dan pemikiran serta berbagi solusi mengatasi permasalahan.
Masih berkaitan dengan bagaimana seharusnya etika penyaji dan peserta, kejujuran agaknya menjadi nilai yang wajib ditegakkan oleh keduannya. Bagi penyaji, segala informasi yang disampaikan secara lisan dan tulis harus dapat dipertanggungjawabkan. Lebih-lebih menyangkut rujukan dari informasi akademik yang disampaikan, apakah merupakan buah pemikiran penulis sendiri atau penulis lain harus jelas disampaikan. Hal yang sama juga berlaku bagi peserta. Peserta seharusnya secara tulus menyimak segala informasi yang disampaikan penyaji. Ketidaktulusan ini tampak dalam sikap meminta ulang penjelasan karena alpa menyimak bagian tertentu dalam penyajian misalnya. Sebaliknya, ketidaktulusan tampak saat penyaji yang tidak menyimak pertanyaan, kemudian meminta peserta untuk menyampaikan pertanyaan ulang. Menanyakan hal yang telah ditanyakan oleh peserta sebelumnya juga wujud ketidaktulusan peserta. Berikutnya, pertanyaan menguji dari peserta merupakan contoh lain ketidaktulusan dan ketidakjujuran.
Pada ranah peran yang lain, kemampuan menyimak dan menulis dengan efektif segala informasi yang ternyatakan dalam forum merupakan persyaratan yang seyogiannya dimiliki oleh seorang notulis. Tidak semua informasi harus direkam secara tertulis karena hanya informasi penting yang ditulis. Informasi penting dan utama dalam forum umumnya menyangkut kesepakatan penting, rekomendasi forum, butir-butir pertanyaan dan tanggapan yang telah diikhtisarkan serta pemikiran dan wawasan baru sesuai topik yang mampu menajamkan dan memberi solusi terhadap permasalahan. Madya (2006) menyarankan agar catatan hasil forum yang telah ditata ringkas sebaiknya dibagikan kembali kepada forum. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pemilik gagasan/konsep untuk meluruskan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Peran yang selama ini dipandang sebelah mata adalah teknisi. Hal-hal yang berkaitan dengan pengoperasian teknologi dianggap dapat dilakukan atau dikerjakan oleh setiap orang. Kenyataannya adalah banyak teknisi yang tidak memiliki kompetensi alias tidak profesional. Berdasarkan kenyataan tersebut maka menjadi pemandangan yang dianggap wajar jika terdapat penyaji yang menata dan mempersiapkan sendiri perangkat teknologi LCD sebelum presentasi atau penanya yang terlebih dahulu mengutak-atik mikroponnya sebelum menyampaikan tanggapan. Seorang teknisi tetap dibutuhkan untuk mengontrol dan menyelamatkan jalanya forum dari segi teknologi. Penguasaan teknologi informasi dengan demikian menjadi ciri profesionalisme peran ini.
ETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Kualitas pemakaian bahasa Indonesia dalam forum ilmiah sejauh ini belum memenuhi harapan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan taat asas sering tidak diimbangi dengan kesesuaian pemakaiannya. Sebaliknya, kesesuaian konteks penggunaan bahasa Indonesia sering tidak disertai dengan kepatuhan pada kaidah. Permasalahan kedualah yang lazim ditemukan dalam pelaksanaan sebuah forum ilmiah. Kebiasaan menggunakan bahasa secara tidak konsisten dianggap sebagai salah satu “biang” permasalahan. Sistem bahasa gado-gado sudah terprogram sedemikian rupa sehingga seolah-olah tidak ada sensor kesadaran berbahasa yang berorientasi kepada kaidah yang semestinya.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi tolok ukur ada tidaknya etika berbahasa Indonesia dalam forum ilmiah. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks resmi umumnya melatarbelakangi forum ilmiah. Dalam konteks ini penggunaan bahasa dikaitkan dengan masalah kedinasan, keilmuan, dan keakademisan. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, penggunaan bahasa baku merupakan sebuah keharusan.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah baku bahasa Indonesia. Kebakuan dalam ragam baku bahasa Indonesia meliputi kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa, dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah ragam bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman pada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku. Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah ketatabahasaan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam forum ilmiah bermakna memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi dan karakteristik forum yang dihadapi sehingga mampu merumuskan ungkapan kebahasaan yang sesuai. Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam forum ilmiah, perlu adanya sikap positif peserta forum terhadap bahasa Indonesia. Sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong peserta forum memelihara konsistensi berbahasa indonesia . Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong peserta forum untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan percaya diri dan penuh motivasi. Kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong peserta forum untuk menggunaan bahasa Indonesia secara cermat, tepat, santun, dan anggun.
Secara praktis, etis tidaknya bahasa Indonesia dalam forum ilmiah juga dapat diamati dari bentuk pengungkapannya. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak mengandung nada emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri atau menyerang gagasan orang lain (superior) dapat dikatakan bercirikan etis. Ungkapan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep dapat pula dikatakan etis. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak mengandung nada dan kata emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri atau menyerang gagasan orang lain tercermin pada perilaku berbahasa yang mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Dengan memperhatikan sopan santun, bahasa kekerasan dapat dihindari dan banyak ”muka” yang dapat diselamatkan.
Pernyataan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep bermakna selalu ada rasionalitas di balik ketidaksepahaman, ketidaksependapatan, dan penolakan terhadap gagasan tertentu. Selain adanya rasionalitas, terdapat pula pernyataan solusif yang diajukan sebagi alternatif penyelesaian masalah.
ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Dalam forum ilmiah, kesadaran penggunaan bahasa secara verbal yang lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur, mudah dipahami, dan lugas belum cukup membudaya. Kesadaran semacam ini sebenarnya tidak hanya mampu membangun nilai-nilai estetika komunikasi interaktif dalam forum ilmiah tetapi juga komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri formal forum ilmiah menghendaki penggunaan bahasa Indonesia yang taat kaidah dan tepat konteks. Keniscayaan yang demikian bukan berarti tidak menyisakan permasalahan. Bagaimana kebosanan sering dialami peserta forum, tentunya hal ini tidak dapat begitu saja dilepaskan dari faktor pemakaian bahasa. Barangkali terdapat beberapa faktor lainnya yang menimbulkan kejenuhan. Namun, harus diingat bahwa komunikasi interaktif tetap menjadi bagian utama dalam forum ilmiah. Dalam komunikasi interaktif, penggunaan bahasa memegang peran penting. Untuk itu diperlukan pemakaian bahasa yang bercita rasa dan berjiwa.
Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-kaidah baku juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap, melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu yang lain dapat diwujudkan.
Estetika bahasa selanjutnya menghendaki ungkapan bahasa Indonesia yang bertenaga, selektif, dinamis (tidak arkhais), dan tidak klise. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak pendengar. Agar ungkapan dapat bertenaga perlu diupayakan pendayagunaan kata. Pendayagunaan ini pada prinsipnya berkaitan dengan ketepatan memilih kata (selektif) untuk mengungkapkan sebuah gagasan, ide, atau pemikiran. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.
Pada umumnya, kecenderungan formulaik pada pernyatan kebahasaan tertentu menyebabkan adanya ungkapan bahasa yang klise dan arkhais. Penyebab lainnya adalah kemalasan penutur mengkreasi (memodifikasi) ungkapan atau kata. Akhirnya, keberanian membuat variasi kalimat akan menciptakan ungkapan yang dinamis dan hidup.
Daftar Rujukan
Alwi, Hasan. 2006. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hakim, Retty N. 2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2) (online) (Http://Www.Wikimu.Com, diakses 11 Mei 2008).
Haryanta, Kasdi. 2008. Mari Berdiskusi Secara Baik dan Benar. (online) ( Http://Keterampilanberbicara.Blogspot.Com, diakses 14 Mei 2008).
Karnita. 2007. Berbahasalah dengan Sopan dan Santun. Pikiran Rakyat, hal.4
Madya, Suwarsih. 2006. Etika dalam Forum Ilmiah. Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indoensia, 13-15 Mei di Jogjakarta.
-----------------------. 2006. Pengembangan Kepribadian melalui Bahasa Indonesia. Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indonesia, 13-15 Mei di Jogjakarta.
Sriyanto. 2007. Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. (online) (Http://www.Pontianakpost.com,diakses 14 Mei 2008)
Jumat, 12 Oktober 2012
Kriteria Untuk menjadi Seorang Pemimpin yang baik
Kriteria Untuk menjadi
Seorang Pemimpin yang baik
Syarat atau
Kriteria Untuk menjadi Seorang Pemimpin yang baik.
Menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Seorang pemimpin semestinya memiliki bekal-bekal minimal sebagai berikut:
a. Memiliki Kharisma
Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figur yang diharapkan banyak orang / bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan diatas kemampuan rata-rata bawahannya. Singkatnya: seorang pemimipin harus mempunyai karisma. Karakteristik pemimpin yang punya karisma adalah:
1. Perilakunya terpuji
2. Jujur dan dapat dipercaya
3. Memegang komitmen
4. Konsisten dengan ucapan
5. Memiliki moral agama yang cukup.
b. Memiliki Keberanian
Tidak lucu bila seorang pemimpin tidak memiliki keberanian. Minimal keberanian berbicara, mengemukakan pendapat, beradu argumentasi dan berani membela kebenaran. Secara lebih khusus keberanian itu ditunjukkan dalam komitmen berani membela yang benar, memegang tegug pada pendirian yang benar, tidak takut gagal, berani ambil resiko, dan berani bertanggungjawab.
c. Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain
Salah satu ciri bahwa seseorang memiliki jiwa kepemimpinan adalah kemampuannya mempengaruhi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kemampuannya berkomunikasi, ia dapat mempengaruhi orang lain. Adapun cara-cara untuk mempengaruhi orang lain antara lain:
1. Membuat orang lain merasa penting
2. Membantu kesulitan orang lain
3. Mengemukakan wawasan dengan cara pandang yang positif
4. Tidak merendahkan orang lain
5. Memiliki kelebihan atau keahlian.
Menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Seorang pemimpin semestinya memiliki bekal-bekal minimal sebagai berikut:
a. Memiliki Kharisma
Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figur yang diharapkan banyak orang / bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan diatas kemampuan rata-rata bawahannya. Singkatnya: seorang pemimipin harus mempunyai karisma. Karakteristik pemimpin yang punya karisma adalah:
1. Perilakunya terpuji
2. Jujur dan dapat dipercaya
3. Memegang komitmen
4. Konsisten dengan ucapan
5. Memiliki moral agama yang cukup.
b. Memiliki Keberanian
Tidak lucu bila seorang pemimpin tidak memiliki keberanian. Minimal keberanian berbicara, mengemukakan pendapat, beradu argumentasi dan berani membela kebenaran. Secara lebih khusus keberanian itu ditunjukkan dalam komitmen berani membela yang benar, memegang tegug pada pendirian yang benar, tidak takut gagal, berani ambil resiko, dan berani bertanggungjawab.
c. Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain
Salah satu ciri bahwa seseorang memiliki jiwa kepemimpinan adalah kemampuannya mempengaruhi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kemampuannya berkomunikasi, ia dapat mempengaruhi orang lain. Adapun cara-cara untuk mempengaruhi orang lain antara lain:
1. Membuat orang lain merasa penting
2. Membantu kesulitan orang lain
3. Mengemukakan wawasan dengan cara pandang yang positif
4. Tidak merendahkan orang lain
5. Memiliki kelebihan atau keahlian.
d. Mampu
Membuat Strategi
Seorang pemimpin semestinya identik dengan seorang ahli strategi. Maju-mundurnya perusahaan, gagal-berhasilnya suatu organisasi, banyak ditentukan oleh strategi yang dirancang oleh pimpinan perusahaan atau pimpinan organisasi. Adapun kriteria seorang pemimpin yang mampu menyusun strategi:
1. Menguasai medan
2. Memiliki wawasan luas
3. Berpikir cerdas
4. Kreatif dan inovatif
5. Mampu melihat masalah secara komprehensif
6. Mampu menyusun skala prioritas
7. Mampu memprediksi masa depan.
e. Memiliki Moral yang Tinggi
Banyak orang berpendapat bahwa moralitas merupakan ukuran berkualitas atau tidaknya hidup seseorang. Apalagi seorang pemimpin yang akan menjadi panutan. Seorang pemimpin adalah seorang panutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Tanda-tanda seorang pemimpin yang bermoral tinggi:
Seorang pemimpin semestinya identik dengan seorang ahli strategi. Maju-mundurnya perusahaan, gagal-berhasilnya suatu organisasi, banyak ditentukan oleh strategi yang dirancang oleh pimpinan perusahaan atau pimpinan organisasi. Adapun kriteria seorang pemimpin yang mampu menyusun strategi:
1. Menguasai medan
2. Memiliki wawasan luas
3. Berpikir cerdas
4. Kreatif dan inovatif
5. Mampu melihat masalah secara komprehensif
6. Mampu menyusun skala prioritas
7. Mampu memprediksi masa depan.
e. Memiliki Moral yang Tinggi
Banyak orang berpendapat bahwa moralitas merupakan ukuran berkualitas atau tidaknya hidup seseorang. Apalagi seorang pemimpin yang akan menjadi panutan. Seorang pemimpin adalah seorang panutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Tanda-tanda seorang pemimpin yang bermoral tinggi:
1. Tidak menyakiti orang lain
2. Menghargai siapa saja
3. Bersikap santun
3. Tidak suka konflik
4. Tidak gegabah
5. Tidak mau memiliki yang bukan haknya
6. Perkataannya terkendali dan penuh perhitungan
7. Perilakunya mampu dijadikan contoh.
2. Menghargai siapa saja
3. Bersikap santun
3. Tidak suka konflik
4. Tidak gegabah
5. Tidak mau memiliki yang bukan haknya
6. Perkataannya terkendali dan penuh perhitungan
7. Perilakunya mampu dijadikan contoh.
f. Mampu menjadi Mediator
Seorang pemimpin yang bijak mampu bertindak adil dan berpikir obyektif. Dua hal tersebut akan menunjang tugas pimpinan untuk menjadi seorang mediator. Syarat seorang mediator meliputi beberapa kriteria:
1. Berpikir positif
2. Setiap ada masalah selalu berada di tengah
3. Memiliki kemampuan melobi
4. Mampu mendudukkan masalah secara proporsional
5. Mampu membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Seorang pemimpin yang bijak mampu bertindak adil dan berpikir obyektif. Dua hal tersebut akan menunjang tugas pimpinan untuk menjadi seorang mediator. Syarat seorang mediator meliputi beberapa kriteria:
1. Berpikir positif
2. Setiap ada masalah selalu berada di tengah
3. Memiliki kemampuan melobi
4. Mampu mendudukkan masalah secara proporsional
5. Mampu membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
g. Mampu menjadi Motivator
Hubungan seorang pemimpin dengan motivasi yaitu seorang pemimpin adalah sekaligus seorang motivator. Demikianlah memang seharusnya. Pimpinan adalah titik sentral dan titik awal sebuah langkah akan dimulai. Motivasi akan lahir jika pimpinan menyadari fungsinya sebagai motivator. Tanda-tanda seorang pemimpin menyadari fungsinya sebagai motivator:
1. Memiliki kepedulian kepada orang lain
2. Mampu menjadi pendengar yang baik
3. Mengajak kepada kebaikan
4. Mampu meyakinkan oranglain
5. Berusaha mengerti keinginan orang lain.
h. Memiliki Rasa Humor
Akan lebih mudah seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya - jika didukang sifat humoris pimpinan - memiliki humor yang tinggi. Kata orang humor lebih penting dari kenaikan gaji. Termasuk kategori pemimpin yang memiliki rasa humor adalah sebagai berikut:
1. Murah senyum
2. Mampu memecahkan kebekuan suasana
3. Mampu menciptakan kalimat yang menyegarkan
4. Kaya akan cerita dan kisah-kisah lucu
5. Mampu menempatkan humor pada situasi yang tepat.
Hubungan seorang pemimpin dengan motivasi yaitu seorang pemimpin adalah sekaligus seorang motivator. Demikianlah memang seharusnya. Pimpinan adalah titik sentral dan titik awal sebuah langkah akan dimulai. Motivasi akan lahir jika pimpinan menyadari fungsinya sebagai motivator. Tanda-tanda seorang pemimpin menyadari fungsinya sebagai motivator:
1. Memiliki kepedulian kepada orang lain
2. Mampu menjadi pendengar yang baik
3. Mengajak kepada kebaikan
4. Mampu meyakinkan oranglain
5. Berusaha mengerti keinginan orang lain.
h. Memiliki Rasa Humor
Akan lebih mudah seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya - jika didukang sifat humoris pimpinan - memiliki humor yang tinggi. Kata orang humor lebih penting dari kenaikan gaji. Termasuk kategori pemimpin yang memiliki rasa humor adalah sebagai berikut:
1. Murah senyum
2. Mampu memecahkan kebekuan suasana
3. Mampu menciptakan kalimat yang menyegarkan
4. Kaya akan cerita dan kisah-kisah lucu
5. Mampu menempatkan humor pada situasi yang tepat.
Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa IPTEKS
Fungsi
Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa IPTEKS
Ditinjau dari segi usia, bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang masih muda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional baru
pada tahun 1928 yang ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. sejak itu pula nama Indonesia dipakai sebagai nama tersebut, yang
sebelumnya dikenal dengan bahasa Melayu. Setelah Indonesia merdeka, bahasa
Indonesia itu dijadikan bahasa negara, seperti dapat dibaca pada Undang-Undang
Dasar 1945, pasal 36. ini berarti bahwa, sebagai bahasa negara bahasa Indonesia
baru lahir pada tahun 1945, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Dasar
1945.
Suatu
kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi di negara kita ini, sedang
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kepesatan perkembangannya, perlu
diimbangi oleh bahasa yang mampu mewadahinya serta yang mampu meneruskan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini, baik secara horisontal (kepada generasi yang
sama), maupun secara vertikal (kepada generasi yang akan datang).
Untuk itu, pada perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, untuk bahan pembahasan seyogyanya ditulis dengan gaya karya
ilmiah, atau ilmiah populer. Penyajian karya ilmiah populer tidak memerlukan
skemata atau pengetahuan yang rumit tentang segala sesuatu yang dibahas. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat disajikan dengan bahasa yang jelas, dengan
mempergunakan istilah yang lazim digunakan dalam masyarakat umum. Nadanya
informatif, diselingin banyak humor agar menarik bagi pembaca.
Orang
awam biasanya tidak tertarik kepada istilah yang terlalu khusus dan terdengar
aneh. Mareka ingin sesuatu yang biasa-biasa saja, yang sudah ada di dalam
masyarakat. Apabila di dalam masyarakat ada istilah yang dapat dipergunakan
untuk merujuk pada suatu konsep tentang pengetahuan dan teknologi, maka hendaklah
istilah itu dipakai. Apabila tidak ada istilah yang sesuai dengan konsep itu,
maka hendaklah mengambil istilah yang sudah ada, yang maknanya hampir sama atau
mendekati istilah yang dimaksud.
Penggunaan
istilah baru sebagai pengganti istilah asing, memang seyogyanya mendapatkan
perhatian khusus dari para penulis karangan ilmiah. Namun pengembangan
penggunaan selanjutnya sangat bergantung kepada keberanian istilah baru itu
dalam masyarakat. Kata canggih misalnya, kini sudah memasyarakat dengan baik. Salah
satu alasannya mungkin karena kata sophisticated yang semula dipergunakan
sebelum kata ”canggih” dilakukan, belum begitu banyak dipergunakan oleh penulis
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kata-kata
politik, sukses, dan stop, misalnya sudah merupakan kata serapan yang sangat
mapan. Namun kata baru yang berasal dari kata-kata tersebut tidak semuanya
mendapat penerimaan yang sama di kalangan masyarakat. Kata menyetop sudah lazim
digunakan secara umum, demikian juga kata memolitikkan. Namun kata menyukseskan
masih bersaing dengan kata mensukseskan tanpa ada tanda-tanda yang mana yang
akan tersingkir, seperti hanya dengan kata mempolitikkan.
Begitu
pula dengan kecendrungan sementara orang untuk menggunakan istilah-istilah yang
kurang cocok untuk karangan ilmiah, seperti penggunaan akhiran –an, untuk kata
apa, dan cepat juga dapat dihilangkan.
Dalam
bahasan Indonesia, untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, telah tumbuh
peristilahan, ungkapan dan semantik. Menciptakan istilah mengharuskan penghayatan
ilmu yang bersangkutan dan pemahaman bahasa yang secukupnya. Di sini kita
temukan perpaduan antara cara cipta dan cita rasa. Ada banyak istilah yang kita
ciptakan hanya dengan membubuhkan awalan dan akhiran. Kata larut misalnya,
dapat kita turunkan menjadi melarut, larutan, pelarut, pelarutan, dan
kelarutan. Kita pun dapat menggali dari khasanah bahasa Indonesia. Sebagai
contoh, kita sudah lama tidak mempunyai istilah untuk padanan kata steady flow,
tetapi kita sekarang dapat mengindonesiakannya menjadi aliran lunak. Penggunaan
dari bahasa Inggris to sense kini banyak yang dihubungkan dengan teknologi
mutakhir, yaitu cara merekam permukaan bumi dari setelit. Untuk itu, kini kita
gunakan mengindera dan selain itu dapat pula kita turunkan seperangkat kata,
seperti pengeinderaan, penginderaan jauh, teknik pengeinderaan dan pengindera.
Bentuk lain, penuturan bahasan Indonesia
sebagai bahasa IPTEK, yang merupakan padanan dari bahasa asing, misalnya kata
engineering dapat dipadankan dengan kata rekayasa. Dari kata rekayasa dapat
diciptakan kata perekayasaan, merekayasa, teknik merekayasa, rekayasa genetika,
dan sebagainya.
Belakangan ini ada anggapan dari kebanyakan
orang, bahwa bahasa Indonesia tidak dapat diringkas. berdasarkan penelitian dan
pengamatan yang dilakukan oleh Purwo Hadijojo, yang difokuskan pada
perbandingan judul karya ilmiah dalam bahasa Inggris Ground Water for
Irrigation dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan jumlah kata yang
relatif sama, yaitu air tanah untuk irigasi, ada juga judul karya ilmiah dari
bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih pendek,
yaitu The Economic Value of Ground Water dalam bahasa Indonesia Nilai Ekonomi
Air Tanah. Namun demikian, ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yang lebih panjang Modern well Design dalam bahasa Indonesia
Perencanaan sumur Bor Masa Kini.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan,
bahwa bahasa Indonesia memiliki kemampuan yang sama dengan bahasa lainnya dalam
memasyarakatkan IPTEK
Sumber
:
Hadiwijojo,
M. 1980. Perkembangan Penggunaan BI dalam Ilmu dan Teknik, Majalah Bahasa dan
Sastra, Tahun VI, Nomor 6. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta.
Nama : I Dewa Bagus
Gde Khrisna Jayanta Nugaraha
NIM : 125150207111099
RESUME MAKALAH
MAKALAH
§
Ciri
Pokok
Salah satu tujuan
pokok penulisan makalah adalah untuk menyatakan
pembaca bahwa topik yang ditulis dengan dilengkapi penalaran logis dan
pengorganisasi yang sistematika yang memang
perlu diketahui dan diperhatikan. Secara umum, ciri – ciri makalah terletak
pada sifat keilmiahannya. Artinya, sebagai karangan ilmiah, makalah memiliki
sifat objektif, tidak memihak, berdasarkan, fakta, sistestematis, dan logis.
Berdasarkan sifat
dan janis penalaran yang digunakan, makalah, dapat di bedakan menjadi tiga
macami: makalah deduktif, makalah induktif, dan makalah campuran. Makalah
deduktif merupakan makalah yang penulisannya didasrkan pada kajian
teoritis( pustaka) relavan dengan
masalah yang di bahas. Makalah induktif
merupakan makalah yang di susun berdasarkan data empiris yang di peroleh dari
lapangan yang relevan dengan masalah yang di bahas. Sedangkan Makalah campuran merupakan makalah yang
penulisannya didasarkan pada kajian teoritis digabungkan dengan data yang
empiris yang relevan dengan masalah yang dibahas.
Dari segi halaman makalah dapat dibedakan dari segi
panjang dan pendek . Makalah panjang adalah makalah yang segi penulisannya
lebih dari 20 halaman, sedangkan makalah pendek
pada dasanya sama dengan ketentuan artikel , non penelitian, kecuali
abstrak dan kata kunci tidak harus ada.
§
Isi dan
Sistematika
Secara garis
besar makalah panjang terdiri atas tiga bagian: bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Isi ketiga bagian
tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Isi Bagian Awal
-
Halaman sampul, berisi tentang judul
makalah, keperluan atau maksud di tulis makalah, nama penulis makalah, dan
tempat serta waktu penulisan makalah.
-
Daftar isi, berisi tentang panduan dan garis besar isi makalah.
-
Daftar Tabel dan Gambar, berisi tentang penulisan daftar tabel
dan gamabar untuk memudahkan pembaca menemukan tabel atau gambar yang terdapat
dalam makalah.
2.
Isi
Bagian Inti
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang, berisi tentang hal-hal yang
melandasi perlunya makalah, hal-hal yang
dimaksud dapat berupa paparan teoritis ataupun paparan yang bersifat praktis
tetapi bukan alasan yang bersifat pribadi.
1.2
Masalah atau Topik Bahasan, berisi
tentang apa yang akan dibahas dalam makalah.
1.3
Tujuan Penulisan Makalah, berisi
tentang apa yang ingin di capai dengan penulisan makalah tersebut, bukan untuk
memenuhi tugas yang di berikan oleh seseorang.
2.
Teks
Utama, berisi tentang pembahasan topik – topik pada makalah tersebut.
3.
Penutup, berisi
tentang kesimpulan atau rangkuman pembahasan dan saran-saran, bagian ini
menandakan berakhirnya penuliasan makalah.
3. Isi Bagian Akhir
-
Daftar
Rujukan, penjelasan tentang penulisan daftar rujukan dapat di periksa pada
Bagian IV (teknik penulisan) dalam pedoman ini.
-
Lampiran,
berisi hal-hal yang bersifat pelengkap berupa data yang dipandang sangat
penting tetapi tidak dimasukan dalam batang tubuh makalah tersebut.
NAMA : I Dewa
Bagus Gde Khrisna Jayanta Nugraha
NIM :
125150207111099
UNDANG - UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945
|
Tata Cara Pernikahan Adat Bali
Tata Cara Pernikahan Adat Bali
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur
Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan
sekaligus tetapi secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu
disebut dengan Catur Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup
diprioritaskan untuk mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan
mewujudkan artha dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama
tujuan hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.
PENGERTIAN WIWAHA.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk
mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut
lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut “Yatha
sakti Kayika Dharma” yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma.
Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam
kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar
disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
TUJUAN WIWAHA.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat
diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan
Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki
jenjang perkawinan amat membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat
melakukannya dengan sukses atau memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin
timbul. Bimbingan tersebut akan amat baik kalau diberikan oleh seorang yang
ahli dalam bidang agama Hindu, terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang
grhastha, untuk bisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha
dan kama berdasarkan Dharma.
Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna
memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka
memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan “Ri
sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha
asubha karma, kunang panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma
pahalaning dadi wang” artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup,
yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk.
Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah
manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan
menjelma sebagai manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara
sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh
kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau
anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan
suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.
Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan
sakral, oleh sebab itu pada jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang
Resi, yang mampu melihat secara jelas, melebihi penglihatan rohani, pasangan
yang akan dikawinkan. Dengan pandangan seorang Resi ahli atau Brahmana Sista,
cocok atau tidak cocoknya suatu pasangan pengantin akan dapat dilihat dengan
jelas.
Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan
untuk membatalkan rencana perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat
fatal bagi kedua mempelai bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan
pengantin tidak lagi dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua
mempelai, dengan mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga,
pertimbangan kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai
merosotnya nilai-nilai rohani sebagai dasar pertimbangan.
Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang
ini, peran orang tua barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan
jodoh putra-putranya. Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan
jodohnya sendiri. Penentuan jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada
kadar kemampuan mereka yang melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak
ditentukan oleh pertimbangan duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat
keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan bukan derajat rohani.
Makna dan Lambang
UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya suatu perkawinan
adalah sesuai hukum agama masing-masing. Jadi bagi umat Hindu, melalui proses
upacara agama yang disebut “Mekala-kalaan” (natab banten), biasanya dipuput
oleh seorang pinandita. Upacara ini dilaksanakan di halaman rumah (tengah
natah) karena merupakan titik sentral kekuatan “Kala Bhucari” sebagai penguasa
wilayah madyaning mandala perumahan. Makala-kalaan berasal dari kata “kala”
yang berarti energi. Kala merupakan manifestasi kekuatan kama yang memiliki
mutu keraksasaan (asuri sampad), sehingga dapat memberi pengaruh kepada
pasangan pengantin yang biasa disebut dalam “sebel kandel”.
Dengan upacara mekala-kalaan sebagai sarana
penetralisir (nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi kala
hita atau untuk merubah menjadi mutu kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan
mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari
menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Jadi makna upacara
mekala-kalaan sebagai pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses
penyucian.
Peralatan Upacara Mekala-kalaan
Sanggah Surya
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang
Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara
Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang
Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan
serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
Tikeh Dadakan (tikar kecil)
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
Benang Putih
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang
diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan
upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan
menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari
lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam
kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
Tegen – tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.
Perangkat tegen-tegenan :
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.
Perangkat tegen-tegenan :
- Batang
tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu
ruas demi ruas, secara manis.
- Cangkul
sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma
berdasarkan Dharma
- Periuk
simbol windhu
- Buah
kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
- Seekor
yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
Suwun-suwunan (sarana jinjingan)
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Sapu lidi (3 lebih)
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Sambuk Kupakan (serabut kelapa)
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang
serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara
simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar
bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari
langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat
terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur
mempelai.
Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan
dengan cara membersihkan diri (mandi) hal itu disebut dengan “angelus wimoha”
yang berarti melaksanakan perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi
sampad atau nyomia bhuta kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan
Sang Hyang Semara Ratih agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang
suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena
akan natab di bale yang berarti bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Selanjutnya pada hari baik yang selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi
Widana (aturan serta bersyukur kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara
pepamitan ke rumah mempelai wanita.
Menikah Dengan Orang yang Kastanya Lebih Tinggi
QUESTION:
1.
Apakah seorang wanita yang menikah dengan
seseorang yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan untuk menyumbah orang
tuanya yang meninggal? Dan apakah juga cucunya tidak diperkenankan untuk
menyumbah? Apakah ini termasuk larangan Agama Hindu?
2.
Apakah dalam upacara mepamit di Sanggah
perempuan, calon suami yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan ikut
bersembahyang?
3.
Saat upacara perkawinan di pihak Lelaki
(kastanya lebih tinggi) banten natab dibuat secara terpisah atau jadi satu?
Contohnya ada beberapa upacara natab di mana perempuannya natab dengan keris
atau juga dengan tampul.
ANSWER:
1. Kewajiban seorang anak
kepada orang tuanya sebagaimana inti dari tattwa dalam upacara Pitra Yadnya,
antara lain menyumbah orang tuanya ketika ia meninggal dunia.
Hanya seorang Pandita saja
yang dibebaskan dari kewajiban ini, karena beliau sudah ‘madwijati’. Pembebasan
itu pun juga disebabkan karena sebelum beliau mediksa, terlebih dahulu harus
menyumbah orang tuanya.
Bagi seorang pemangku
(ekajati) demikian pula, sebelum mawinten agar nyumbah orang tua dahulu.
Jadi untuk seorang wanita
yang kawin dengan lelaki yang “triwangsa”, tetap wajib menyumbah orang tuanya
bila mereka meninggal dunia. Demikian seterusnya bagi keturunan selanjutnya,
cucu, kumpi, dan lain-lain.
2. Si Suami wajib ‘muspa’
di Sanggah Pamerajan pihak Istri, karena yang dipuja di sana adalah Bhatara
Hyang Guru, yaitu Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Trimurti.
3. Itu tradisi yang keliru,
mestinya tidak demikian, jika kita benar-benar mengerti dengan hakekat
ajaran-ajaran Agama Hindu, di mana semua manusia, atau mahluk ciptaan Tuhan/
Sanghyang Widhi adalah sama
Bolehkah Menikah dengan Saudara Misan?
QUESTION:
1.
Bolehkah menikah dengan saudara misan
(sepupu)?
2.
Apakah pemisahan tempat duduk pria dan wanita
dalam persembahyangan diatur oleh agama?
ANSWER:
1. Menikah dengan saudara misan di
mana kedua ayah bersaudara, dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-3 pasal 5 disebutkan
sebagai perkawinan sapinda yang tidak dianjurkan (dilarang).
Selain itu ada dampak negatif dalam genetika yang
mempengaruhi kecerdasan si anak di kemudian hari. Untuk ini bisa ditanyakan
kepada ahli medis atau psikolog.
2. Pemisahan
tempat duduk antara pria dan wanita dalam bersembahyang, tentu berdasar
kesepakatan diantara penyungsung Pura atau krama setempat.
Dalam sastra agama hal ini tidak diatur/ belum saya
temukan pengaturannya.
Langganan:
Postingan (Atom)