Jumat, 12 Oktober 2012

ETIKA DAN ESTETIKA DALAM FORUM ILMIAH

Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. . Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama ( relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Etika berkomunikasi dalam forum ilmiah:
1. Jujur, tidak berbohong
2. Bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan
3. Lapang dada dalam berkomunikasi
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkah laku yang baik




Estetika 
Estetika berasal dari kata Aesthesis yang artinya perasaan atau sensitifitas.Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika ( abstrak ).Dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.
Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu.

Etika dalam berforum ilmiah
Dalam suatu forum Ilmiah, sangat dibutuhkan sebuah komunikasi untuk menunjang kelangsungan di dalam forum ilmiah tersebut. Hal yang perlu diperhatikan oleh penyaji dalam etika adalah kejujuran. Dalam dunia ilmiah, kejujuran merupakan butir etis terpenting. Setiap orang wajib bersikap sangat terbuka dalam segala hal menyangkut informasi yang disajikan.
Adapun etika yang harus dijaga oleh peserta antara lain adalah sebagai berikut:
1. setiap peserta harus jujur pada diri sendiri.
2.setiap peserta wajib menghargai pendapat atau gagasan orang lain.











ETIKA DAN ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH

Mahasiswa diharapkan mampu (1) memahami karakteristik forum ilmiah, (2) memahami etika peran dalam forum ilmiah, dan (3) menggunakan bahasa Indonesia secara etis dan estetis sesuai dengan perannya dalam forum ilmiah.

Kegiatan penalaran dan keilmuan merupakan hal yang lumrah dilakukan pada lembaga pendidikan. Tidak terkecuali pada lembaga perguruan tinggi. Kegiatan yang bertujuan untuk merangsang dan  mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara ilmiah ini  menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat akademik.  Kegiatan penalaran dan keilmuan ini  kemudian ditumbuhsuburkan  melalui berbagai wadah aktivitas di antaranya adalah seminar, diskusi panel, diskusi kelas, semlok, debat, lokakarya, simposium, dan lain-lain.
Berbagai bentuk aktivitas  ilmiah di atas terkemas dalam sebuah forum yang disebut forum ilmiah. Dalam forum ini, arus pertukaran informasi ilmiah dipastikan terjadi. Karena itulah ciri informatif menjadi karakterisistik forum ini. Selain informatif, forum ilmiah juga berciri interaktif. Ciri interaktif  dapat dipahami mengingat situasi komunikatif/interaktif senantiasa melingkupi forum ilmiah.

ETIKA PERAN DALAM FORUM ILMIAH
Forum ilmiah merupakan wadah berbagi wawasan akademik dan media   persebaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dalam forum ini terdapat beberapa peran yang saling berkontribusi antara satu dengan yang lain. Peran-peran tersebut antara lain penyaji (pemakalah, referator), pemandu/moderator (pemimpin forum), penulis/notulen, peserta (audien, partisipan), dan teknisi. Satu peran saja tidak dihadirkan maka akan mempengaruhi jalannya forum secara umum. Pada tingkatan tertentu, kegagalan forum dalam mencapai tujuan yang diharapkan tidak mustahil terjadi.
Kegagalan forum ilmiah dalam mencapai tujuan tidak hanya dipengaruhi oleh kealpaan atau tidak berfungsi optimalnya peran tetapi juga oleh masalah etika. Tidak sedikit forum ilmiah yang dilaksanakan dengan peran lengkap yang berakhir dengan kegagalan. Tidak sedikit pula forum ilmiah terselenggara dengan penuh motivasi dan antusias karena peran-peran yang terlibat di dalamnya berfungsi maksimal. Akan tetapi, perasaan dikalahkan, dilecehkan, dan dipermalukan menjadi buntut permasalahan yang berkepanjangan, bahkan setelah forum berakhir. Masalah etika dalam forum ilmiah benar-benar memegang peran penting dalam mencapai tujuan forum. Karena itu, masalah ini perlu dijaga. Jika etika forum ilmiah senantiasa dijaga, bukan tidak mungkin suatu saat nanti perhatian dan penghargaan terhadap etika berforum ilmiah akan menjadi sebuah tradisi yang melembaga dan membudaya.
Etika forum ilmiah pada dasarnya berkaitan dengan etika peran dalam forum ilmiah. Bagaimana seharusnya  perilaku  benar dan berterima secara moral yang harus diterapkan oleh peran-peran dalam forum ini? Sesuai perannya, moderator diharapkan bersikap moderat selama forum berlangsung. Objektivitas dan ketidakberpihakan harus benar-benar dipegang teguh oleh  moderator. Dalih apapun yang melanggar prinsip moderat adalah sikap yang tidak berterima secara moral dan sudah barang tentu melanggar etika forum ilmiah.  Motif pertemanan, hubungan kekerabatan, kepentingan politis, atau kepentingan ideologis apapun hendaknya dijauhkan. Perilaku prinsip lainnya yang harus diperhatikan  oleh moderator adalah  keadilan, kedisiplinan, dan keberanian. Keadilan berkaitan dengan pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi seluruh forum. Kedisiplinan bersinggungan dengan manajemen waktu dan  manajemen interaksi. Keberanian berhubungan dengan ketegasan terhadap  segala hal yang kontraproduktif terhadap prinsip keadilan dan kedisiplinan.
Fokus forum seharusnya lebih mengarah pada permasalahan yang disajikan. Individu atau kelompok yang bertanggung jawab dalam penyajian masalah/topik forum adalah penyaji. Umumnya penyajian masalah diskusi dibakubukukan dalam paper, resume atau makalah. Karena itulah penyaji disebut pula dengan referator atau pemakalah. Makalah yang disajikan dalam forum ilmiah (misalnya diskusi, seminar, lokakarya) seharusnya  terdistribusi sebelum forum digelar. Hal ini dilakukan agar forum tidak lagi disibukkan dengan aktivitas membaca untuk memahami permasalahan dalam makalah. Dalam kenyataannya, peserta  yang hadir dalam forum lebih memosisikan diri sebagai sekadar penerima informasi dan  penanya atau pengonfirmasi  terhadap informasi yang belum mereka pahami. Tidak banyak peserta yang hadir dengan pemahaman terhadap permasalahan supaya forum ilmiah yang diikutinya lebih diintensifkan sebagai wacana  berbagi sudut pandang dan pemikiran serta  berbagi solusi mengatasi permasalahan.
Masih berkaitan dengan bagaimana seharusnya etika penyaji dan peserta, kejujuran agaknya menjadi  nilai yang wajib ditegakkan oleh keduannya. Bagi penyaji, segala informasi yang disampaikan secara lisan dan tulis harus dapat dipertanggungjawabkan. Lebih-lebih menyangkut rujukan dari informasi akademik yang disampaikan, apakah merupakan buah pemikiran penulis sendiri atau penulis lain harus jelas disampaikan. Hal yang sama juga berlaku bagi peserta. Peserta seharusnya secara tulus menyimak segala informasi yang disampaikan penyaji. Ketidaktulusan ini tampak dalam sikap meminta ulang penjelasan karena alpa menyimak bagian tertentu dalam penyajian misalnya. Sebaliknya, ketidaktulusan  tampak saat penyaji yang tidak menyimak pertanyaan, kemudian meminta peserta untuk menyampaikan pertanyaan ulang.  Menanyakan hal yang  telah ditanyakan oleh peserta sebelumnya juga wujud ketidaktulusan peserta.  Berikutnya, pertanyaan menguji dari peserta merupakan contoh lain ketidaktulusan dan ketidakjujuran.
Pada ranah peran yang lain, kemampuan menyimak dan menulis dengan efektif segala informasi yang ternyatakan dalam forum merupakan persyaratan yang seyogiannya dimiliki oleh seorang notulis. Tidak semua informasi harus direkam secara tertulis karena hanya informasi penting  yang ditulis. Informasi penting dan utama dalam forum umumnya menyangkut kesepakatan penting, rekomendasi forum, butir-butir pertanyaan dan tanggapan yang telah diikhtisarkan serta  pemikiran dan wawasan baru sesuai topik yang mampu menajamkan dan memberi solusi terhadap permasalahan. Madya (2006) menyarankan agar catatan hasil forum yang telah ditata ringkas sebaiknya dibagikan kembali kepada forum. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pemilik gagasan/konsep untuk meluruskan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Peran yang selama ini dipandang sebelah mata adalah teknisi. Hal-hal yang berkaitan dengan pengoperasian teknologi dianggap dapat dilakukan atau dikerjakan oleh setiap orang. Kenyataannya adalah banyak teknisi yang tidak memiliki kompetensi alias tidak profesional. Berdasarkan kenyataan tersebut maka menjadi  pemandangan yang dianggap wajar jika terdapat  penyaji yang menata dan mempersiapkan sendiri perangkat teknologi LCD sebelum presentasi atau penanya yang terlebih dahulu mengutak-atik mikroponnya sebelum menyampaikan tanggapan. Seorang teknisi tetap dibutuhkan untuk mengontrol dan menyelamatkan jalanya forum dari segi teknologi. Penguasaan teknologi informasi dengan demikian menjadi ciri profesionalisme peran ini.

ETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Kualitas pemakaian bahasa Indonesia dalam forum ilmiah sejauh ini belum memenuhi harapan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan taat asas sering tidak diimbangi dengan kesesuaian pemakaiannya. Sebaliknya, kesesuaian konteks penggunaan bahasa Indonesia sering tidak disertai dengan  kepatuhan pada kaidah. Permasalahan kedualah yang lazim ditemukan dalam pelaksanaan sebuah forum ilmiah. Kebiasaan menggunakan bahasa secara tidak konsisten dianggap sebagai salah satu “biang”  permasalahan.  Sistem bahasa gado-gado  sudah terprogram sedemikian rupa sehingga seolah-olah  tidak ada sensor kesadaran berbahasa yang berorientasi  kepada kaidah yang  semestinya.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi tolok ukur ada tidaknya etika berbahasa Indonesia dalam forum ilmiah. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan konteks  pemakaiannya. Konteks resmi umumnya melatarbelakangi forum ilmiah.  Dalam konteks  ini  penggunaan bahasa  dikaitkan  dengan masalah kedinasan, keilmuan, dan keakademisan. Pada situasi seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk menyampaikan gagasan. Karena itu, penggunaan bahasa baku merupakan sebuah keharusan.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya   selalu menaati kaidah baku bahasa Indonesia. Kebakuan dalam ragam   baku bahasa Indonesia meliputi  kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa, dan lafal. Ragam baku bahasa Indonesia ialah ragam bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman pada pedoman umum pembentukan istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku. Selain itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah ketatabahasaan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam forum ilmiah  bermakna memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi dan  karakteristik forum yang dihadapi sehingga mampu merumuskan ungkapan kebahasaan yang sesuai. Agar dapat menggunakan  bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam forum ilmiah, perlu adanya sikap positif peserta forum terhadap  bahasa Indonesia. Sikap ini setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong peserta forum memelihara konsistensi berbahasa indonesia . Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong  peserta forum untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan percaya diri dan penuh motivasi. Kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong peserta forum untuk menggunaan bahasa Indonesia secara cermat, tepat, santun, dan anggun.
Secara praktis, etis tidaknya bahasa Indonesia dalam forum ilmiah juga dapat diamati dari bentuk pengungkapannya. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak mengandung nada emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri atau menyerang gagasan orang lain (superior) dapat dikatakan bercirikan etis. Ungkapan  bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep dapat pula dikatakan etis. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak mengandung nada dan kata  emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri atau menyerang gagasan orang lain tercermin pada perilaku berbahasa yang mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Dengan memperhatikan sopan santun, bahasa kekerasan dapat dihindari dan banyak ”muka” yang dapat diselamatkan.
Pernyataan bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep  bermakna selalu ada rasionalitas  di balik ketidaksepahaman, ketidaksependapatan, dan penolakan terhadap gagasan tertentu. Selain adanya rasionalitas,  terdapat pula pernyataan solusif yang diajukan sebagi alternatif  penyelesaian masalah.


ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH
Dalam forum ilmiah, kesadaran penggunaan bahasa secara verbal yang lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur, mudah dipahami, dan lugas belum cukup membudaya. Kesadaran semacam ini sebenarnya tidak hanya  mampu membangun nilai-nilai estetika komunikasi interaktif dalam forum ilmiah tetapi juga komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri formal forum ilmiah menghendaki penggunaan bahasa Indonesia yang taat kaidah dan tepat konteks. Keniscayaan yang demikian bukan berarti tidak menyisakan permasalahan. Bagaimana kebosanan sering dialami peserta forum, tentunya hal ini tidak dapat begitu saja dilepaskan dari faktor pemakaian bahasa. Barangkali terdapat beberapa faktor lainnya yang menimbulkan kejenuhan. Namun, harus diingat bahwa komunikasi interaktif tetap menjadi bagian utama dalam forum ilmiah.  Dalam komunikasi interaktif, penggunaan bahasa  memegang peran penting. Untuk itu diperlukan pemakaian bahasa yang bercita rasa dan berjiwa.
Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-kaidah baku  juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap, melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu yang lain dapat diwujudkan.
Estetika bahasa selanjutnya menghendaki  ungkapan  bahasa Indonesia yang bertenaga, selektif,  dinamis (tidak arkhais),  dan   tidak klise. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak pendengar. Agar ungkapan dapat bertenaga perlu diupayakan pendayagunaan kata. Pendayagunaan ini pada prinsipnya berkaitan dengan  ketepatan memilih kata (selektif) untuk mengungkapkan sebuah gagasan, ide, atau pemikiran.  Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.
Pada umumnya, kecenderungan  formulaik pada pernyatan  kebahasaan tertentu menyebabkan  adanya ungkapan bahasa yang klise dan arkhais.  Penyebab lainnya adalah kemalasan penutur mengkreasi  (memodifikasi) ungkapan atau kata. Akhirnya, keberanian membuat variasi kalimat  akan menciptakan ungkapan yang dinamis dan hidup.





Daftar Rujukan
Alwi, Hasan. 2006. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hakim, Retty N.  2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2) (online) (Http://Www.Wikimu.Com, diakses 11 Mei 2008).

Haryanta,  Kasdi. 2008. Mari Berdiskusi Secara Baik dan Benar. (online) ( Http://Keterampilanberbicara.Blogspot.Com, diakses 14 Mei 2008).


Karnita. 2007. Berbahasalah dengan Sopan dan Santun. Pikiran Rakyat, hal.4

Madya, Suwarsih. 2006. Etika dalam Forum Ilmiah. Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indoensia, 13-15 Mei di Jogjakarta.

-----------------------. 2006. Pengembangan Kepribadian melalui Bahasa Indonesia. Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indonesia, 13-15 Mei di Jogjakarta.

Sriyanto. 2007.  Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. (online) (Http://www.Pontianakpost.com,diakses 14 Mei 2008)




Kriteria Untuk menjadi Seorang Pemimpin yang baik


Kriteria Untuk menjadi Seorang Pemimpin yang baik

Syarat atau Kriteria Untuk menjadi Seorang Pemimpin yang baik.

Menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Seorang pemimpin semestinya memiliki bekal-bekal minimal sebagai berikut:

a. Memiliki Kharisma
Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figur yang diharapkan banyak orang / bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan diatas kemampuan rata-rata bawahannya. Singkatnya: seorang pemimipin harus mempunyai karisma. Karakteristik pemimpin yang punya karisma adalah:
1. Perilakunya terpuji
2. Jujur dan dapat dipercaya
3. Memegang komitmen
4. Konsisten dengan ucapan
5. Memiliki moral agama yang cukup.

b. Memiliki Keberanian
Tidak lucu bila seorang pemimpin tidak memiliki keberanian. Minimal keberanian berbicara, mengemukakan pendapat, beradu argumentasi dan berani membela kebenaran. Secara lebih khusus keberanian itu ditunjukkan dalam komitmen berani membela yang benar, memegang tegug pada pendirian yang benar, tidak takut gagal, berani ambil resiko, dan berani bertanggungjawab.

c. Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain
Salah satu ciri bahwa seseorang memiliki jiwa kepemimpinan adalah kemampuannya mempengaruhi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kemampuannya berkomunikasi, ia dapat mempengaruhi orang lain. Adapun cara-cara untuk mempengaruhi orang lain antara lain:
1. Membuat orang lain merasa penting
2. Membantu kesulitan orang lain
3. Mengemukakan wawasan dengan cara pandang yang positif
4. Tidak merendahkan orang lain
5. Memiliki kelebihan atau keahlian.



d. Mampu Membuat Strategi
Seorang pemimpin semestinya identik dengan seorang ahli strategi. Maju-mundurnya perusahaan, gagal-berhasilnya suatu organisasi, banyak ditentukan oleh strategi yang dirancang oleh pimpinan perusahaan atau pimpinan organisasi. Adapun kriteria seorang pemimpin yang mampu menyusun strategi:
1. Menguasai medan
2. Memiliki wawasan luas
3. Berpikir cerdas
4. Kreatif dan inovatif
5. Mampu melihat masalah secara komprehensif
6. Mampu menyusun skala prioritas
7. Mampu memprediksi masa depan.

e. Memiliki Moral yang Tinggi
Banyak orang berpendapat bahwa moralitas merupakan ukuran berkualitas atau tidaknya hidup seseorang. Apalagi seorang pemimpin yang akan menjadi panutan. Seorang pemimpin adalah seorang panutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Tanda-tanda seorang pemimpin yang bermoral tinggi:
1. Tidak menyakiti orang lain
2. Menghargai siapa saja
3. Bersikap santun
3. Tidak suka konflik
4. Tidak gegabah
5. Tidak mau memiliki yang bukan haknya
6. Perkataannya terkendali dan penuh perhitungan
7. Perilakunya mampu dijadikan contoh.

f. Mampu menjadi Mediator
Seorang pemimpin yang bijak mampu bertindak adil dan berpikir obyektif. Dua hal tersebut akan menunjang tugas pimpinan untuk menjadi seorang mediator. Syarat seorang mediator meliputi beberapa kriteria:
1. Berpikir positif
2. Setiap ada masalah selalu berada di tengah
3. Memiliki kemampuan melobi
4. Mampu mendudukkan masalah secara proporsional
5. Mampu membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan umum.



g. Mampu menjadi Motivator
Hubungan seorang pemimpin dengan motivasi yaitu seorang pemimpin adalah sekaligus seorang motivator. Demikianlah memang seharusnya. Pimpinan adalah titik sentral dan titik awal sebuah langkah akan dimulai. Motivasi akan lahir jika pimpinan menyadari fungsinya sebagai motivator. Tanda-tanda seorang pemimpin menyadari fungsinya sebagai motivator:
1. Memiliki kepedulian kepada orang lain
2. Mampu menjadi pendengar yang baik
3. Mengajak kepada kebaikan
4. Mampu meyakinkan oranglain
5. Berusaha mengerti keinginan orang lain.

h. Memiliki Rasa Humor
Akan lebih mudah seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya - jika didukang sifat humoris pimpinan - memiliki humor yang tinggi. Kata orang humor lebih penting dari kenaikan gaji. Termasuk kategori pemimpin yang memiliki rasa humor adalah sebagai berikut:
1. Murah senyum
2. Mampu memecahkan kebekuan suasana
3. Mampu menciptakan kalimat yang menyegarkan
4. Kaya akan cerita dan kisah-kisah lucu
5. Mampu menempatkan humor pada situasi yang tepat.

Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa IPTEKS


Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa IPTEKS
             Ditinjau dari segi usia, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang masih muda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional baru pada tahun 1928 yang ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. sejak itu pula nama Indonesia dipakai sebagai nama tersebut, yang sebelumnya dikenal dengan bahasa Melayu. Setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonesia itu dijadikan bahasa negara, seperti dapat dibaca pada Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36. ini berarti bahwa, sebagai bahasa negara bahasa Indonesia baru lahir pada tahun 1945, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945.
            Suatu kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi di negara kita ini, sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kepesatan perkembangannya, perlu diimbangi oleh bahasa yang mampu mewadahinya serta yang mampu meneruskan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, baik secara horisontal (kepada generasi yang sama), maupun secara vertikal (kepada generasi yang akan datang).
             Untuk itu, pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk bahan pembahasan seyogyanya ditulis dengan gaya karya ilmiah, atau ilmiah populer. Penyajian karya ilmiah populer tidak memerlukan skemata atau pengetahuan yang rumit tentang segala sesuatu yang dibahas. Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat disajikan dengan bahasa yang jelas, dengan mempergunakan istilah yang lazim digunakan dalam masyarakat umum. Nadanya informatif, diselingin banyak humor agar menarik bagi pembaca.
            Orang awam biasanya tidak tertarik kepada istilah yang terlalu khusus dan terdengar aneh. Mareka ingin sesuatu yang biasa-biasa saja, yang sudah ada di dalam masyarakat. Apabila di dalam masyarakat ada istilah yang dapat dipergunakan untuk merujuk pada suatu konsep tentang pengetahuan dan teknologi, maka hendaklah istilah itu dipakai. Apabila tidak ada istilah yang sesuai dengan konsep itu, maka hendaklah mengambil istilah yang sudah ada, yang maknanya hampir sama atau mendekati istilah yang dimaksud.
            Penggunaan istilah baru sebagai pengganti istilah asing, memang seyogyanya mendapatkan perhatian khusus dari para penulis karangan ilmiah. Namun pengembangan penggunaan selanjutnya sangat bergantung kepada keberanian istilah baru itu dalam masyarakat. Kata canggih misalnya, kini sudah memasyarakat dengan baik. Salah satu alasannya mungkin karena kata sophisticated yang semula dipergunakan sebelum kata ”canggih” dilakukan, belum begitu banyak dipergunakan oleh penulis ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Kata-kata politik, sukses, dan stop, misalnya sudah merupakan kata serapan yang sangat mapan. Namun kata baru yang berasal dari kata-kata tersebut tidak semuanya mendapat penerimaan yang sama di kalangan masyarakat. Kata menyetop sudah lazim digunakan secara umum, demikian juga kata memolitikkan. Namun kata menyukseskan masih bersaing dengan kata mensukseskan tanpa ada tanda-tanda yang mana yang akan tersingkir, seperti hanya dengan kata mempolitikkan.
            Begitu pula dengan kecendrungan sementara orang untuk menggunakan istilah-istilah yang kurang cocok untuk karangan ilmiah, seperti penggunaan akhiran –an, untuk kata apa, dan cepat juga dapat dihilangkan.
            Dalam bahasan Indonesia, untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, telah tumbuh peristilahan, ungkapan dan semantik. Menciptakan istilah mengharuskan penghayatan ilmu yang bersangkutan dan pemahaman bahasa yang secukupnya. Di sini kita temukan perpaduan antara cara cipta dan cita rasa. Ada banyak istilah yang kita ciptakan hanya dengan membubuhkan awalan dan akhiran. Kata larut misalnya, dapat kita turunkan menjadi melarut, larutan, pelarut, pelarutan, dan kelarutan. Kita pun dapat menggali dari khasanah bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kita sudah lama tidak mempunyai istilah untuk padanan kata steady flow, tetapi kita sekarang dapat mengindonesiakannya menjadi aliran lunak. Penggunaan dari bahasa Inggris to sense kini banyak yang dihubungkan dengan teknologi mutakhir, yaitu cara merekam permukaan bumi dari setelit. Untuk itu, kini kita gunakan mengindera dan selain itu dapat pula kita turunkan seperangkat kata, seperti pengeinderaan, penginderaan jauh, teknik pengeinderaan dan pengindera.
             Bentuk lain, penuturan bahasan Indonesia sebagai bahasa IPTEK, yang merupakan padanan dari bahasa asing, misalnya kata engineering dapat dipadankan dengan kata rekayasa. Dari kata rekayasa dapat diciptakan kata perekayasaan, merekayasa, teknik merekayasa, rekayasa genetika, dan sebagainya.
             Belakangan ini ada anggapan dari kebanyakan orang, bahwa bahasa Indonesia tidak dapat diringkas. berdasarkan penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Purwo Hadijojo, yang difokuskan pada perbandingan judul karya ilmiah dalam bahasa Inggris Ground Water for Irrigation dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan jumlah kata yang relatif sama, yaitu air tanah untuk irigasi, ada juga judul karya ilmiah dari bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih pendek, yaitu The Economic Value of Ground Water dalam bahasa Indonesia Nilai Ekonomi Air Tanah. Namun demikian, ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih panjang Modern well Design dalam bahasa Indonesia Perencanaan sumur Bor Masa Kini.
             Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa bahasa Indonesia memiliki kemampuan yang sama dengan bahasa lainnya dalam memasyarakatkan IPTEK

Sumber :
Hadiwijojo, M. 1980. Perkembangan Penggunaan BI dalam Ilmu dan Teknik, Majalah Bahasa dan Sastra, Tahun VI, Nomor 6. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta.


Nama : I Dewa Bagus Gde Khrisna Jayanta Nugaraha
NIM   : 125150207111099

RESUME MAKALAH


MAKALAH
§  Ciri Pokok
                Salah satu tujuan pokok penulisan makalah adalah  untuk menyatakan pembaca bahwa topik yang ditulis dengan dilengkapi penalaran logis dan pengorganisasi yang sistematika yang  memang perlu diketahui dan diperhatikan. Secara umum, ciri – ciri makalah terletak pada sifat keilmiahannya. Artinya, sebagai karangan ilmiah, makalah memiliki sifat objektif, tidak memihak, berdasarkan, fakta, sistestematis, dan logis.
                Berdasarkan sifat dan janis penalaran yang digunakan, makalah, dapat di bedakan menjadi tiga macami: makalah deduktif, makalah induktif, dan makalah campuran.  Makalah deduktif merupakan makalah yang penulisannya didasrkan pada kajian teoritis( pustaka)  relavan dengan masalah yang di bahas. Makalah induktif merupakan makalah yang di susun berdasarkan data empiris yang di peroleh dari lapangan yang relevan dengan masalah yang di bahas. Sedangkan Makalah campuran merupakan makalah yang penulisannya didasarkan pada kajian teoritis digabungkan dengan data yang empiris yang relevan dengan masalah yang dibahas.
Dari segi halaman makalah dapat dibedakan dari segi panjang dan pendek . Makalah panjang adalah makalah yang segi penulisannya lebih dari 20 halaman, sedangkan makalah pendek  pada dasanya sama dengan ketentuan artikel , non penelitian, kecuali abstrak dan kata kunci tidak harus ada.
§  Isi dan Sistematika
Secara garis besar makalah panjang terdiri atas tiga bagian: bagian awal, bagian inti, dan         bagian akhir. Isi ketiga bagian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :
1.       Isi Bagian Awal
-          Halaman sampul, berisi tentang judul makalah, keperluan atau maksud di tulis makalah, nama penulis makalah, dan tempat serta waktu penulisan makalah.
-          Daftar isi, berisi tentang panduan dan garis besar isi makalah.
-          Daftar Tabel dan Gambar, berisi tentang penulisan daftar tabel dan gamabar untuk memudahkan pembaca menemukan tabel atau gambar yang terdapat dalam makalah.
2.       Isi Bagian Inti
1.       Pendahuluan
1.1    Latar Belakang, berisi tentang  hal-hal yang melandasi perlunya makalah, hal-hal  yang dimaksud dapat berupa paparan teoritis ataupun paparan yang bersifat praktis tetapi bukan alasan yang bersifat pribadi.
1.2    Masalah atau Topik Bahasan, berisi tentang apa yang akan dibahas dalam makalah.
1.3    Tujuan Penulisan Makalah, berisi tentang apa yang ingin di capai dengan penulisan makalah tersebut, bukan untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh seseorang.
2.       Teks Utama, berisi tentang pembahasan topik – topik pada makalah tersebut.
3.       Penutup, berisi tentang kesimpulan atau rangkuman pembahasan dan saran-saran, bagian ini menandakan berakhirnya penuliasan makalah.
      3.   Isi Bagian Akhir
-          Daftar Rujukan, penjelasan tentang penulisan daftar rujukan dapat di periksa pada Bagian IV (teknik penulisan) dalam pedoman ini.
-          Lampiran, berisi hal-hal yang bersifat pelengkap berupa data yang dipandang sangat penting tetapi tidak dimasukan dalam batang tubuh makalah tersebut.
                NAMA  : I Dewa Bagus Gde Khrisna Jayanta Nugraha
                NIM       : 125150207111099

UNDANG - UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945

UNDANG - UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945
Description: http://indonesia.ahrchk.net/news/images/layout/line.gif

Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
inikemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.









BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari
ada haluan negara.
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.
Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara
yang terbanyak.

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali.
Pasal 8
Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
Pasal 9
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
"Janji Presiden (WakilPresiden):
"Sayaberjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pasal 11
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain.
Pasal 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa ,dan lain-lain tanda kehormatan.
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
(1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21
(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disyahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.


Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.
BAB X
WARGA NEGARA
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.



Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
BABXI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
BAB XII
PERTAHANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

BAB XIII
PENDIDIKAN
Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara.
BAB XV
BENDERA DAN BAHASA
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hadir.
ATURAN PERALIHAN
Pasal 1
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia .
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.
ATURAN PERTAMBAHAN
(1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
(2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.


Tata Cara Pernikahan Adat Bali


Tata Cara Pernikahan Adat Bali
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.
PENGERTIAN WIWAHA.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut “Yatha sakti Kayika Dharma” yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
TUJUAN WIWAHA.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu, terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.

Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan “Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang” artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.
Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral, oleh sebab itu pada jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara jelas, melebihi penglihatan rohani, pasangan yang akan dikawinkan. Dengan pandangan seorang Resi ahli atau Brahmana Sista, cocok atau tidak cocoknya suatu pasangan pengantin akan dapat dilihat dengan jelas.
Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan untuk membatalkan rencana perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat fatal bagi kedua mempelai bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan pengantin tidak lagi dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua mempelai, dengan mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga, pertimbangan kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai merosotnya nilai-nilai rohani sebagai dasar pertimbangan.
Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang ini, peran orang tua barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan jodoh putra-putranya. Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan jodohnya sendiri. Penentuan jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada kadar kemampuan mereka yang melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan bukan derajat rohani.
Makna dan Lambang
UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya suatu perkawinan adalah sesuai hukum agama masing-masing. Jadi bagi umat Hindu, melalui proses upacara agama yang disebut “Mekala-kalaan” (natab banten), biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Upacara ini dilaksanakan di halaman rumah (tengah natah) karena merupakan titik sentral kekuatan “Kala Bhucari” sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan. Makala-kalaan berasal dari kata “kala” yang berarti energi. Kala merupakan manifestasi kekuatan kama yang memiliki mutu keraksasaan (asuri sampad), sehingga dapat memberi pengaruh kepada pasangan pengantin yang biasa disebut dalam “sebel kandel”.
Dengan upacara mekala-kalaan sebagai sarana penetralisir (nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi kala hita atau untuk merubah menjadi mutu kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Jadi makna upacara mekala-kalaan sebagai pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian.
Peralatan Upacara Mekala-kalaan
Sanggah Surya      
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)          
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
Tikeh Dadakan (tikar kecil)         
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Keris 
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
Benang Putih         
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
Tegen – tegenan   
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.           
Perangkat tegen-tegenan :
  1. Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
  2. Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma
  3. Periuk simbol windhu
  4. Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
  5. Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
Suwun-suwunan (sarana jinjingan)     
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Sapu lidi (3 lebih)   
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Sambuk Kupakan (serabut kelapa)      
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri (mandi) hal itu disebut dengan “angelus wimoha” yang berarti melaksanakan perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai wanita.  


Menikah Dengan Orang yang Kastanya Lebih Tinggi
QUESTION:
1.     Apakah seorang wanita yang menikah dengan seseorang yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan untuk menyumbah orang tuanya yang meninggal? Dan apakah juga cucunya tidak diperkenankan untuk menyumbah? Apakah ini termasuk larangan Agama Hindu?
2.     Apakah dalam upacara mepamit di Sanggah perempuan, calon suami yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan ikut bersembahyang?
3.     Saat upacara perkawinan di pihak Lelaki (kastanya lebih tinggi) banten natab dibuat secara terpisah atau jadi satu? Contohnya ada beberapa upacara natab di mana perempuannya natab dengan keris atau juga dengan tampul.
ANSWER:
1. Kewajiban seorang anak kepada orang tuanya sebagaimana inti dari tattwa dalam upacara Pitra Yadnya, antara lain menyumbah orang tuanya ketika ia meninggal dunia.
Hanya seorang Pandita saja yang dibebaskan dari kewajiban ini, karena beliau sudah ‘madwijati’. Pembebasan itu pun juga disebabkan karena sebelum beliau mediksa, terlebih dahulu harus menyumbah orang tuanya.
Bagi seorang pemangku (ekajati) demikian pula, sebelum mawinten agar nyumbah orang tua dahulu.
Jadi untuk seorang wanita yang kawin dengan lelaki yang “triwangsa”, tetap wajib menyumbah orang tuanya bila mereka meninggal dunia. Demikian seterusnya bagi keturunan selanjutnya, cucu, kumpi, dan lain-lain.
2. Si Suami wajib ‘muspa’ di Sanggah Pamerajan pihak Istri, karena yang dipuja di sana adalah Bhatara Hyang Guru, yaitu Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Trimurti.
3. Itu tradisi yang keliru, mestinya tidak demikian, jika kita benar-benar mengerti dengan hakekat ajaran-ajaran Agama Hindu, di mana semua manusia, atau mahluk ciptaan Tuhan/ Sanghyang Widhi adalah sama

Bolehkah Menikah dengan Saudara Misan?

QUESTION:
1.     Bolehkah menikah dengan saudara misan (sepupu)?
2.     Apakah pemisahan tempat duduk pria dan wanita dalam persembahyangan diatur oleh agama?


ANSWER:
1. Menikah dengan saudara misan di mana kedua ayah bersaudara, dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-3 pasal 5 disebutkan sebagai perkawinan sapinda yang tidak dianjurkan (dilarang).
Selain itu ada dampak negatif dalam genetika yang mempengaruhi kecerdasan si anak di kemudian hari. Untuk ini bisa ditanyakan kepada ahli medis atau psikolog.
2.  Pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita dalam bersembahyang, tentu berdasar kesepakatan diantara penyungsung Pura atau krama setempat.
Dalam sastra agama hal ini tidak diatur/ belum saya temukan pengaturannya.